Politeknik Negeri Bandung – Bandung kembali berdenyut, kali ini bukan karena kafe-kafe hits atau pameran fashion. Politeknik Negeri Bandung (Polban) membakar semangat perubahan lewat gelaran tahunan KPI 15 (Kompetisi Penulisan Ilmiah) yang kali ini mengangkat tema besar: “Inovasi Mahasiswa dalam Mendukung Pariwisata Berkelanjutan.” Bukan sekadar ajang kompetisi, KPI 15 menjelma sebagai panggung provokatif bagi generasi muda untuk membongkar tatanan lama dan menyodorkan solusi nyata atas krisis pariwisata yang makin menggila di era modern ini.
Mahasiswa dari berbagai jurusan dari Teknik Sipil, Akuntansi, hingga Teknik Elektro berdiri di slot depo 10k garis depan, menyoroti ironi dunia pariwisata yang sering kali mengorbankan alam dan budaya demi laba instan. Di sinilah KPI 15 jadi titik balik: bukan hanya adu karya ilmiah, tapi juga panggilan untuk melawan praktik-praktik eksploitatif yang membungkus diri dalam nama “pengembangan pariwisata.”
Inovasi Tak Biasa Politeknik Negeri Bandung
Siapa bilang inovasi harus datang dari pakar atau pebisnis kawakan? Di KPI 15, mahasiswa membuktikan bahwa ide segar bisa lahir dari ruang kelas, dari keresahan akan realita, dan dari mimpi akan masa depan yang lebih adil. Salah satu tim dari jurusan Teknik Informatika, misalnya, mempresentasikan aplikasi berbasis Artificial Intelligence yang mampu memantau tingkat kerusakan lingkungan di area wisata. Bukan hanya mengidentifikasi masalah, tapi juga memberi solusi prediktif secara real-time.
Baca Berita Lainnya Juga Hanya Di izmitmehmetakif.com
Tak kalah menggugah, proposal dari mahasiswa Teknik Sipil tentang pembangunan infrastruktur wisata berbasis bahan daur ulang mencuri perhatian juri. Mereka menolak logika lama yang menyamakan pembangunan dengan perusakan. Mereka bicara tentang konstruksi ramah lingkungan yang tetap kuat, estetis, dan berkelanjutan. Konsep ini bukan utopia mereka punya hitung-hitungan, data, dan simulasi.
Sementara itu, kelompok dari jurusan Akuntansi menyuguhkan model bisnis wisata lokal yang anti-eksploitasi: wisata berbasis komunitas, di mana keuntungan tidak mengalir ke investor asing, melainkan kembali ke masyarakat lokal secara proporsional. Ide-ide ini, jika di pertajam dan di wujudkan, siap mengguncang fondasi industri pariwisata yang selama ini terlalu nyaman dengan status quo.
KPI 15 Bukan Sekadar Ajang, Tapi Medan Perlawanan
Bicara KPI 15 bukan hanya bicara tentang lomba ilmiah. Ini adalah panggung perlawanan intelektual terhadap kemapanan. Di sinilah mahasiswa belajar menantang otoritas, menggugat sistem, dan membangun argumen yang tajam. Para peserta tidak hanya di minta menulis. Tapi juga mempertahankan ide mereka di depan dewan juri yang terdiri dari akademisi, praktisi, dan pemerhati lingkungan.
Atmosfer diskusi yang terbentuk dalam KPI 15 lebih mirip debat kebijakan tingkat nasional. Ada semangat, ada emosi, dan ada dorongan kuat untuk “melawan balik” narasi pembangunan yang merugikan masyarakat akar rumput. Tak jarang, perdebatan memanas saat peserta menantang data resmi yang di anggap tak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Menanam Benih Revolusi dari Dunia Kampus
Apa yang terjadi di KPI 15 Politeknik Negeri Bandung bukanlah hal sepele. Di tengah narasi pembangunan yang kian kapitalistik, hadir sekelompok mahasiswa yang berani berkata tidak. Mereka hadir dengan data, dengan riset, dan yang terpenting dengan keberanian. Ini bukan tentang memenangkan lomba, tapi soal melempar wacana alternatif yang selama ini tertutup oleh kepentingan bisnis besar.
Melalui KPI 15, Polban membuktikan bahwa kampus masih punya gigi. Bahwa mahasiswa bukan sekadar agen perubahan yang hanya pintar berorasi, tapi juga mampu membangun solusi konkret, sistematis, dan aplikatif. Dan lebih dari itu, KPI 15 telah menyulut api revolusi pemikiran tentang pariwisata yang bukan sekadar destinasi, tapi ekosistem yang harus di jaga bersama.